Sabtu, 18 Desember 2010
BANGA SEBAGAI BANGSA PENGEMIS ......?
.... waktu bedetak tiada henti membawa bangsa ini pada sebuah perjalanan panjang menggapai kesejahteraan. namun, hingga kini hal itu tak kunjung didapati.... kenapa kita tidak pernah berfikir, mengapa??????
Bangsa kita adalah bangsa yang majemuk, dengan SDA yang luar biasa.... sampai-sampai kekayaan kita mengundang kaum imperial untuk merampasnya dari kita. dan itu sudah berjalan hingga ratusan tahun..... kita akhirnya merdeka, dan berjalan di bumi kita sendiri tanpa kemerdekaan. kenapa? kenapa? kenapa?
hingga sekarang jika kita sadar kita masih terjajah.... tidak pernah mendapati kemerdekaan sesungguhnya, semua itu hanya semu.
boleh kiranya secara personal saya berkata, bahwa hal itu karena jiwa kita yang satu.... meski kita adalah 'bineka'.
kesatuan jiwa seperti apakah kita hingga menjadikan kita terpuruk dalam keadaan sedemikian rupa?
yang pasti JIWA KERE.
sejauh ini saya mengamati, mayoritas orang Indonesia memiliki Jiwa sebagai pengemis. yang senang dikasihani, dan kita adalah penghayal yang hebat. suka berandai-anda dengan hal yang tidak mungkin.
lihat saja, banyaknya tayangan di media elektronik menyiarkan kesusahan orang lain... hal ini cukup menggambarkan dan mewakili kita sebagai orang Indonesia.
........... lebih dekat dengan kita, sering kali kita mendengar pemuda kita berkata bingung untuk mencari pekerjaan. yang lebih tragis lagi, banyak sarjana di negara kita yang masih pula mencari pekerjaan.
kenapa????? kenapa kita tidak sibuk untuk membuat pekerjaan??? hidup mandiri dengan segala resiko. menjadi manusia yang benar-benar menerima tantangan hidup.
akankah kita kan selalu mengemis pada ornag lain hingga kita mati nanti???
mari, melalui kata-kata bodoh ini saya secara pribadi mengajak untuk merenungi kenyataan tentang diri kita, dan berusaha untuk merubahnya. membangun jiwa seorang yang kaya....
makna sebuah kepercayaan
Kepercayaan atau "trust", seringkali mengemuka menjadi sebuah ukuran dalam melakoni sebuah proses kehidupan, baik dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dalam kehidupan dunia usaha atau urusan bisnis, kepercayaan memegang peran penting dan strategis. Tidak ada kepercayaan, maka tidak ada bisnis. Dalam perkembangan gerakan koperasi, modal utama nya adalah kepercayaan. Sebuah koperasi tidaklah akan tumbuh dan berkembang, jika para anggota nya sendiri tidak mempercayai pengurus nya. Bahkan dalam melangsungkan mahligai rumah tangga sekali pun, kepercayaan menjadi indikator keberlangsungan sebuah keluarga. Keutuhan sebuah perkawinan umum nya akan ditentukan oleh sampai sejauh mana antara suami dan istri mampu menjaga dan memelihara "rasa percaya" yang diberikan.
Dalam hubungan yang bersifat "kemanusiaan", Kepercayaan yang diberikan kepada seseorang, tentu saja tidak akan muncul secara mendadak. Tidak juga tiba-tiba. Dalam memilih seorang "wakil rakyat" misal nya, kita tentu akan menetapkan pilihan kepada seseorang yang sudah kita kenal dengan baik. Kita pasti tidak akan memilih anggota legislatif yang sama sekali tidak dikenali. Pilihan kita adalah kepercayaan kita. Biasa nya orang yang kita pilih, setidak nya sudah mampu membangun sebuah "suasana kebatinan". Kepercayaan mestilah ditempuh lewat sebuah proses. Kepercayaan tidak mungkin akan digadaikan. Apalagi dijadikan komoditi untuk diperjual-belikan. Kepercayaan akan lahir dengan sendiri nya dari relung-relung hati yang paling dalam. Bahkan dalam hubungan "Ilahiyah", kepercayaan atau keyakinan merupakan langkah pertama dan utama untuk mengukur keimanan seseorang kepada sang Pencipta.
Sebuah Pemerintahan juga harus mendapat kepercayaan dari rakyat nya. Dalam sistem demokrasi, kepercayaan itu diraih melalui pemilihan umum yang secara langsung dipilih oleh rakyat atau melalui sebuah sistem perwakilan. Sedangkan dalam sistem monarki, kepercayaan itu dititipkan kepada raja atau ratu sesuai dengan sejarah dan perkembangan negara atau kerajaan yang bersangkutan. Bahkan negara yang menganut sistem komunis sekalipun kepercayaan rakyat terhadap partai menjadi indikator penting dalam kelangsungan Pemerintahan nya. Pendek kata, kepercayaan adalah nilai yang sangat utama dalam menjaga amanah yang telah diberikan seseorang, khusus nya yang berkaitan dengan soal Pemerintahan dan kemasyarakatan.
Saat ini, kita tengah melakoni sistem demokrasi yang memberi "kewenangan" dan "kebebasan" penuh kepada rakyat untuk menetapkan pemimpin nya. Apakah itu yang disebut dengan Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota maupun mereka yang disebut dengan "wakil rakyat" (DPR/D dan DPD). Walau para pemimpin yang bakal dipilih itu harus difilter lewat partai politik, apalagi dengan adanya calon pemimpin dari kalangan independen, sesungguh nya bangsa kita, kini sedang berupaya untuk memberi penghormatan dan pengakuan kepada rakyat nya sendiri, setelah kurang lebih 32 tahun lama nya terjebak dalam sistem demokrasi yang diatur. Sebuah format Pemerintahan yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pemerintah Orde Baru, terutama menjelang "kehancuran" nya, memang terlihat banyak kebijakan-kebijakan yang tidak senafas dengan aspirasi rakyat, khusus nya dalam menjawab krisis multi-dimensi yang dihadapi. Pemerintah Orde Baru, seperti yang tidak berdaya. Elit-elit nya terkesan tidak kompak lagi. Di saat-saat yang menentukan, banyak dari mereka yang sekedar hanya cari selamat. Mereka lupa akan jeritan rakyat yang terhimpit kesulitan ekonomi. Lewat kekuatan yang dirancang dan dibangun nya, baik infra atau supra struktur politik, Pemerintahan Soeharto, seolah-olah lupa akan makna kepercayaan yang telah diberikan rakyat. Akibat nya wajar, bila akhir nya rakyat melakukan penggugatan lewat gerakan reformasi, yang ujung-ujung nya melengserkan Pak Harto dari singgasana kekuasaan nya.
Sudah lebih dari 10 tahun reformasi menggelinding. Perubahan dan perbaikan nilai-nilai kehidupan, rupa nya belum terukur secara signifikan. Selama kurun waktu tersebut, mesti nya kita telah mampu meletakan dasar-dasar kehidupan bernegara dan bermasyarakat yang lebih baik dan cerdas. Sangat disayangkan, kepercayaan rakyat yang diberikan ke para pemimpin gerakan reformasi, belumlah seindah yang diimpikan. Sebagian warga bangsa tetap saja bergulat dengan kubangan kemiskinan. Banyak juga yang terjebak dalam pengangguran. Bahkan di berbagai daerah, kerapkali dilaporkan masih ada nya warga bangsa yang mengalami rawan gizi dan rawan pangan. Inilah sebuah makna dari kepercayaan rakyat yang sangat patut untuk dijadikan percik permenungan bagi para elit bangsa yang kini sedang mengelola negeri dan bangsa tercinta.
Langganan:
Postingan (Atom)